Aku Pelayan dan Dia Tuanku

"Apa tidak salah?, gadis sepertiku jadi pelayan sesorang pemuda yang seusia denganku dan dia tinggal sendiri di rumah ini."

Prolog Cerita

Seorang gadis bernama Aya yang bekerja sebagai PHL di Kantor Pemerintahan sudah dua bulan gajinya belum dibayar. Membuatnya yang sudah miskin tambah miskin dan terancam kelaparan karena uang tabungannya sudah mulai habis. Kebijakan Efisien anggaran Pemerintah membuat anggaran di Blokir sehingga gaji PHL tidak bisa dibayarkan. Aya mencoba mencari pekerjaan lain.


Aya memposting membutuhkan pekerjaan di Facebook dalam seketika banyak yang menawarinya pekerjaan karena Aya merupakan gadis yang cantik. Dari pekerjaan sebagai gadis simpanan om-om kaya sampai jadi pembantu. Aya kemudian berpikir tidak apa pekerjaannya memalukan dan gaji tidak besar yang penting cukup untuk menjalani hidup normal. Akhirnya Aya pergi ke rumah yang menawari pekerjaan sebagai pembantu.


Aya sampai di rumah dengan pagar tinggi berwarna putih dan terlihat bangunan rumah berlantaikan tiga yang berdiri di daerah pegunungan dan di pinggir jurang yang di bawahnya adalah laut. Saat bel di tekan beberapa kali akhirnya seseorang membukakan pintu pagar. Aya langsung menyapanya, "Permisi mas, bisa bertemu dengan orang tua mas pemilik rumah ini."

Pemuda itu langsung tanya, "Ada perlu apa?"

Aya langsung menjawab, "Saya ingin melamar jadi pembantu di rumah ini?"

Pemuda itu bertanya lagi, "Apa tidak salah, kamu sepertinya baru lulus SMA. Masih muda mau jadi pembantu!"

Aya terlihat kesal, "Apa gadis muda kayak aku tidak boleh jadi pembantu?"

Pemuda itu terdiam sesaat kemudian bicara, "Baiklah, aku pemilik rumah ini, cuma ada aku di sini dan aku yatim piatu. Kalau kamu masih berniat bekerja di sini silahkan masuk dan tutup pagarnya jika tidak silahkan tutup pagarnya." Ucap pemuda itu lalu langsung masuk ke dalam rumah tanpa menutup pagar.

Aya terperangah dengan yang dia dengar. Dalam hatinya dia berucap, "Apa tidak salah?, gadis sepertiku jadi pelayan sesorang pemuda yang seusia denganku dan dia tinggal sendiri di rumah ini."


Awal Cerita Aku Pelayan dan Dia Tuanku dimulai

Aku masuk ke dalam rumah pemuda itu dan terlihat pemuda itu sedang duduk di sofa. Dia yang menyadari kehadiranku langsung mempersilahkan aku duduk, "Silahkan duduk di manapun yang kamu suka."

Aku duduk di sofa yang berhadapan dengannya dengan meja di depan kami. Aku lalu meletakan berkas lamaranku di meja. Dia lalu mengambil dan membukanya, kemudian bicara, "Selamat datang Ayana. Di rumah ini. Anggap sebagai rumahmu sendiri. Perkenalkan namaku Sanja dan kita seusia."

Aku langsung bertanya, "Apa aku harus tinggal di sini bersama mu?"

Sanja kemudian menjawabnya, "Bebas kamu bisa tinggal di sini atau datang saat pagi, siang dan sore saja."

Aku langsung jawab, "Malam aku akan pulang ke rumahku sendiri."

Sanja kemudian bertanya, "Kamu punya rumah?"

Aku jawab dengan cepat, "Iya meskipun nyewa."

Sanja sepertinya bukan laki-laki pemaksa dan dia mempersilahkanku, "Baiklah kamu bisa kembali kapanpun kamu mau. Sekarang aku ingin makan masakanmu. Apa kamu butuh bahan bahan untuk memasak dan mari aku tunjukan dapurnya."

Aku kemudian berdiri mengikutinya. Kemudian dia berhenti di sebuah pintu kamar dan membuka pintu itu membuatku cemas hingga melangkah mundur. Dia lalu berucap, "Lihatlah ini akan jadi kamar kamu jika kamu tinggal di sini. Untuk kamarku ada di lantai atas. Kalau terus kamu akan segera menemu Dapur." Ucapnya kemudian terus berjalan menuju dapur tanpa menutup pintu kamar. Aku berjalan mengikutinya sambil menoleh ke arah kamar. Terlihat kamar yang cukup luas dengan kasur warna putih, satu bantal dan satu guling serta sebuah lemari yang sampingnya terdapat kaca dengan jendela di depannya terlihat taman hijau yang luas. Apakah itu halaman samping rumahnya?"

Karena aku lama terdiam, Sanja memanggilku, "Aya, apa ada yang menggangu pikiranmu?"

Aku segera menghampirinya dan menjawab, "Tidak ada."

Sanja lalu bicara, "Kamu tetap bisa memakai kamar itu untuk bersantai meski tidak menginap di sini. Itu sudah jadi kamarmu."

Aku hanya bisa mengangguk. Lalu dia kembali bicara, " Inilah dapurnya, dan ada pintu yang langsung menuju halaman belakang rumah." Dia lalu membuka pintu itu. Tampak halaman hijau luas yang langsung berbatasan dengan laitan yang sangat luas."

Sanja kemudian bicara lagi, "Sebenarnya aku bisa memasak tapi hanya beberapa menu saja peninggalan dari nenekku. Jadi mungkin kamu bisa membuat makanan lain yang bisa membuat warna dalam hidupku."

Aku hanya mengangguk. Dia lalu mendekati sambil berkata, "Dan satu lagi yang penting dan perlu kamu tahu tentang diriku. Aku orangnya pendiam dan pemalu." Ucapnya kemudian pergi melewatiku.

Aku tersenyum mendengarnya sambil berkata dalam hati, "Yang benar saja, dia jauh lebih banyak bicara dibandingkan denganku dan tidak ada rasa gemetar saat mendekatiku. Apa dia sedang berbohong?"


Saat aku menoleh ke belakang dia sudah tidak ada. Mungkin dia ada di lantai dua. Aku masuk ke kamar yang dia berikan padaku lalu duduk di meja. Mengeluarkan kertas dan polpen lalu menuliskan bahan-bahan untuk memasak. Aku membuka sedikit jendela dan udara sejuk langsung menyapa wajahku. Membuatku merasa nyaman di sini.


Aku tersadar menghabiskan banyak waktu dengan melamun. Aku segera membawa kertas catatanku lalu dengan gugup mencoba menaiki tangga menuju lantai dua sambil berkata dalam hati, apa aku harus masuk kamarnya untuk menyerahkan kertas ini, ah itu membuatku benar benar grogi. 


Saat sampai di lantai dua. Aku dibuat tercengang. Hanya ada ruangan luas tanpa dinding bahkan tanpa perabotan dan hanya terlihat kursi dan meja luas. Sanja terlihat duduk menghadap arah lautan dan aku berdiri di belakangnya memberanikan diri menyapanya, "Permisi, bos, tuan..."

Sanja kemudian membalikan arah kursinya menghadapku dan bicara, "Panggil namaku saja, silahkan duduk di manapun yang kamu suka."

Aku mendekati meja itu dan tidak ada kursi di sana, "Apakah aku harus duduk dipangkuanmu tuan Sanja..."

Sanja menepuk jidatnya, "Maaf, aku lupa."

Dia lalu membuka pintu yang aku sangka itu cuma dinding. Dan mengeluarkan sebuah kursi. Lalu memberikannya padaku, "Silahkan." Aku lalu duduk di kursi yang dia berikan dan memberikan catatanku padanya dan langsung dia respon, "Ini uang 10 juta buat kamu pakai belanja." Ucapnya sambil mengeluarkan satu tumpukan uang dan meletakannya di meja lalu mengesernya ke arahku.

Aku langsung bicara, "Ini terlalu banyak!"

Dia langsung jawab, "Simpan saja dulu."

Tanpa pikir panjang aku menerimanya, "Akan aku gunakan hanya untuk belanja bahan makanan?"

Sanja kemudian bertanya, "Apakah kamu ingin di bayar di muka?"

Aku menjawabnya, "Di wajahku maksudnya?"

Sanja mencoba berkata tapi sepertinya kebingungan, dan segera aku bicara lagi, "Maaf tuan, aku becanda. Bayar aku satu bulan setelah aku bekerja. Sehingga kamu bisa menilai pekerjaanku dan memberikan gaji sesuai kepuasanmu."

Dan seperti biasanya dia bukan orang suka protes, "Baiklah."


Saat aku mau keluar rumah dan ingin belanja. Aku kebingungan karena tidak ada sinyal di sini sehingga aku tidak bisa memesan ojek online. Tiba-tiba sebuah mobil keluar dari pagar yang tiba-tiba terbuka sendiri. Mobil itu berjalan dan berhenti di dekatku dan kaca mobil terbuka perlahan dan tampak wajah tuanku yang langsung bicara, "Masuklah ke dalam mobil biar aku antar ke pasar."

Tanpa pikir panjang aku segera membuka pintu mobil dan duduk di sampingnya sambil bilang, "Terima kasih tuan."

Dia lalu melajukan mobilnya perlahan sambil bilang, "Panggil saja namaku."

Aku lalu membalasnya, "Sanja."

Dan dia membalasnya, "Iya ada apa?"

Aku lalu menjawabnya, "Bukankah kamu menyuruhku memanggil namamu?"

Dia kembali menepuk jidatnya, "Oh iya aku lupa."

Sampai di pasar. Sanja bukan hanya mengantarku tapi dia juga menemaniku belanja. Dan langsung aku tanya, "Sa, kenapa kamu ikut?"

Dia malah balik, "Siapa itu Sa?"

Aku dengan jengkel menjawabnya, "Bukankah itu nama depanmu?"

Dia seperti biasa menepuk jidatnya, "Oh iya. Biar aku bisa bawa barang belanjaanmu."

Dan aku tidak keberatan dengan itu.


Aku memilih buah-buahan antara anggur dan pisang lalu bertanya padanya, "Sa yang mana kamu suka?"

Bukannya menjawab, Sanja malah terperangah. Langsung aku tegur, "Hei, apa yang kamu pikirkan."

Sanja lalu menjawabnya, "Maaf, tadi kamu bilang apa?"

Aku kembali bertanya, "Kamu suka yang mana? Anggur atau pisang!"

Dia malah jawab, "Apa yang kamu suka aku akan menyikainya."

Membuatku bingung dan sekaligus jengkel, "Ah kamu bikin aku bingung jadinya." 

Dan ibu-ibu penjual ikut bicara, "Penganten baru memang gitu, perlu waktu untuk saling mengenal. Sebagai istri jangan cepat marah."

Aku benar-benar tercengang mendengarnya, "Anu bu kami..."

Si ibu malah memotong aku bicara, "Daripada anggur dan pisang mending toge saja." Ucap ibu itu dan langsung memasukan sayur toge ke dalam tas belanjaku."

Dan Sanja membuatku tidak bisa protes, "Sepertinya aku menyukai pilihan ibu itu."

Karena itu pilihan bosku aku lalu langsung membayarnya dan ibu itu malah menolak, "Gak apa-apa neng, gratis buat pasangan muda yang baru menikah seperti kalian. Semoga cepat dapat anak."

Aku benar-benar dibikin mati kitu tapi berusaha menjelaskannya, "Begini bu..."

Sanja malah langsung bicara, "Terima kasih bu." Ucapnya sambil mengambil tas belanjaanku dan bilang, "Biar aku yang bawa."

Aku benar-benar gak bisa berkata apa-apa. Kami lebih mirip suami dan istri dibandingkan Pelayan dan Tuan.


Sampai di rumah saat memasuki dapur Sanja kemudian memberitaku, "Rumah ini juga ada lift. Muat untuk meja dorong dan kamu di dalamnya. Jadi kamu tidak akan kerepotan membawa makanan ke lantai dua."

Mengingat pintu pagar garasi mobil otomatisnya yang bisa terbuka dan tertutup sendiri membuatku tidak terkejut lagi dengan adanya lift di rumahnya ini yang cuma berlantaikan tiga.


Aku segera memasak dan dia pergi meninggalkan sendiri di dapur yang cukup terang. Aku juga ditemani jendelanya yang memberikan pemandangan hijau rumput dan birunya laut.


Saat aku mengatarkan makanan yang sudah selesai di lantai dua. Dia seperti biasa hanya duduk termenung sambil menatap lautan dengan dinding kaca tembus pandangnya. Aku mendekatinya sambil berkata, "Makanannya sudah siap Tuan?" Aku benar-benar tidak sanggup menyebut namanya saat berada di rumahnya berbanding terbalik saat aku dan dia berada di luar rumah seperti pasar tadi seakan-akan dirinya teman sepermainanku karena menang kami seusia.


Setelah selesai menghidangkan semua makanan di mejanya aku tetap berdiri di hadapannya dan hanya meja yang memisahkan kami. Dia lalu bilang, "Kamu belum makan kan, duduklah mari kita makan bersama."

Tanpa pikir panjang karena aku juga lapar, aku duduk, "Terima kasih tuan." dan aku makan bersama dengannya. 


Setelah selesai makan dan dia terlihat lahap menyantapnya tadi aku segera bertanya, "Kamu menyukainya tuan?"

Dia menjawab, "Aku menyukainya kamu memang pandai masak. Surat lamaranmu seperti tidak berbohong."

Aku mencoba menanyakan yang membuatku penasaran, "Bukannya Tuan menghubungiku dan menawariku pekerjaan ini melalui Facebook. Berarti tuan punya sinyal buat komunikasi. Tapi kenapa Hp saya tidak punya sinya tuan."

Dia lalu menjawab, "Kamu harus ke lantai tiga untuk mendapatkan sinyal. Seandainya sinyal tidak aku dapatkan di lantai tiga mungkin rumah ini bakalan punya lantai lebih dari tiga seperti seratus dan mengalahkan gedung tertinggi di dunia. Ucapnya sambil tertawa. Haha."

Melihatku tidak tertawa dia kemudian berhenti tertawa, "Silahkan kamu mau ke lantai tiga."

Saya langsung menjawabnya, "Baiklah tian, saya permisi."


Setelah saya berhasil menghubungi ojol perempuan buat mengantarku pulang, aku juga izin pamit ke Sanja untuk pulang dan dia mempersilahkanku.


Sampai di rumah. Aku kaget barang-barangku di keluarkan. Aku segera menghampiri ibu pemilik rumah, "Bu, saya akan bayar. Saya sudah dapat pekerjaan dan satu bulan lagi akan di gaji."

Dan ibu itu benar-benar tidak bisa mau tahu keadaanku, "Pokoknya kamu pergi dari sini. Nanti satu bulan lagi kalau udah punya uang baru balik."

Tanganku gemetar ingin rasanya menggunakan uang belanja yang diberikan Sanja tapi aku akan jadi koruptor dan orang tuaku di akhirat akan mendapatkan siksa karenaku. Dengan berat aku menurunkan tangaku dari tasku dan menghembuskan napas panjang sambil berkata, "Ayana kamu harus kuat dan tetap jadi baik."


Dengan tas besarku dan diantarkan ojol lagi aku kembali ke rumah Sanja. Tanganku ragu intuk menekan tombol bel pintu. Hingga rintik hujan membuatku tanpa sadar menekan bel pintu berkali kali. Saat tuan Sanja membuka pintu aku langsung bilang, "Maaf mengganggumu Tuan."

Dan Sanja dengan wajah habis tidur nyenyak bilang. Sanja lalu melewatiku dan mengambil tas besarku dan membawanya masuk tanpa perlu tahu masuk kedatanganku sepertinya dia mengerti keadaanku sambil bilang, "Segeralah masuk dan tutup pagarnya nanti keburu hujan turun deras. Tasmu akan langsung aku masukan ke dalam kamar.


Aku segera menutup pagar dan kunci pagar dengan keraguan aku melepaskan kunci serepnya dan memasukan ke saku celanaku. Hal yang sama aku lakukan di pintu rumahnya. Bagaimanapun aku tetap harus waspada karena baru mengenalnya dan masih orang asing dalam hidupku. Saat aku masuk kamar cuma ada tasku dan aku memeriksa dalam kamar dia sudah tidak ada. Aku yang ingin memastikan keberadaannya lalu naik ke lantai dua. Dan aku sedikit kaget karena dia sudah terbaring di kasur tepat di tengah ruangan yang tidak perabotan itu. Sepertinya kasur itu baru dia keluarkan dari lemari seperti dinding karena siang tadi tidak ada. Karena dia terlihat sedang melanjutkan tidur nyenyaknya akupun kembali ke kamarku. Saat aku ingin mengunci kamarku aku malah berpikir, "Bagaimana bisa dia sangat percaya denganku yang baru dikenal dan harusnya masih jadi orang asing dengan keleluasaan berada di dalam rumahnya sedangkan diriku malah tidak mempercainya dan meragukannya. Aku lalu meletakan kunci kamarku di meja tanpa menguncinya. Aku takut dia merasa diriku tidak mempercaianya sebagai atasan kalau tahu kamarku dikunci. Aku juga mengajtifkan rekaman video Hp ku yang aku letakan di sudut kamar untuk jaga-jaga.


Keesokan paginya aku benar-benar tidur nyenyak hingga cahaya mentari yang menbangunkanku, "Ah aku kesiangan. Aku segera mandi di kamar mandi yang sudah menyatu dengan kamarku jadi aku tidak perlu keluar dari kamarku. Setelah selesai aku segera menuju dapur. Aku melihat Tuan Sanja sedang duduk di bawah pohon di halaman belakang rumah sambil menatap lautan. Aku segera menghampirnya, "Tuan mau dimasakan apa pagi ini?"

Dan dia menjawab, "Apapun yang kamu masak aku akan memakannya."

Aku hanya bisa mengangguk dan bicara dalam hati, "Dia kalau jadi suami benar-benar tidak merepotkan."

Dan tiba-tiba Sanja menyapaku. "Aya!" Sambil menghampiriku. Aku terkejut dan bertanya dalam hati, apakah tadi aku bicara sehingga dia mendengarnya.

Sanja saat di dekatku lalu bilang, "Seperti biasa angar makanannya di lantai dua." Ucapnya kemudian pergi melewatiku yang diam mematung, sambil menghembuskan nafas panjang, "Huh, aku kira dia dengar kata-kataku tentang suami."

Aku langsung terduduk jatuh saat dengar suara, "Suami! Apakah kamu sudah punya suami?"

Dengan kesalnya aku bilang, "Ya tidaklah tuan, kalau aku punya suami aku tidak miskin kayak gini."

Sanja kemudian bilang, "Maaf", sambil membantuku berdiri kemudian pergi.


Setelah selesai masak. Seperti biasa lagi aku menemaninya makan. Aku menyenpatkan bertanya padanya, "Kenapa tuan tidak tanya ada apa dengan saya malam tadi?"

Sanja malah menjawab seakan dia sedang berpuisi, "Tidak semua masalah bisa diceritakan ke orang lain tapi kalau kamu mau menceritakannya tidak masalah."

Akupun bercerita, "Seakan hidup ini tidak adil, kita sama-sama yatim piatu tapi aku malah miskin sedangkan anda kaya. Bahkan membayar rumah kontrakan pun aku tidak sanggup sampai diusir tidak seperti anda yang punya rumah sendiri tanpa perlu pusing bayar sewa."

Sanja kemudian berdiri sambil berkata, "Sekarang kamu tidak perlu pusing lagi. Kamu aku izinkan memakai uang belanja untuk bayar kontrakanmu atau kamu bisa menganggap rumah ini seperti rumahmu sendiri. Aku akan pergi bekerja. Kamu bisa kunci rumah ini jika kamu meninggalkannya. Aku juga punya kuncinya." Dia lalu pergi.


Aku kembali ke kamarku dengan penuh dilema. Kemudian saat mendengar suara mobilnya, aku bergegas keluar untuk menghampirnya. Melihatku keluar dari rumah, dia keluar dari mobilnya dan menghampiriku. Dan bertanya, "Iya Ayana, ada perlu kamu tanyakan."

Dan aku mengulurkan tanganku sambil berucap, "Aku akan meninggumu di sini sampai pulang kerja. Terima kasih telah mempercayaiku."

Sanja menyambut tanganku dan menyalami. Entah dari mana aku refleks mencium tangannya. Aku langsung berkata, "Maaf!" Aku seakan-akan menganggapnya suamiku dan aku sedang pamitan dengannya yang pergi bekerja. Tanpa ku sadari Aku Pelayan dan Dia Tuanku.

Dan Sanja membalasku, "Aku begitu aku pamit pergi kerja, kamu hati-hati di rumah dan lakukan pekerjaan berat. Kalau ada apa-apa hubungi aku." Ucapnya sambil memberikan ponsel ke aku.

Lalu berkata, "Ponsel itu terhubung dengan antena di lantai tiga. Jadi cuma itu ada sinyalnya di sini. Nomorku ada diangka satu."

Aku memeluk ponsel pemberiannya sambil bilang, "Iya."


Saat dia pergi dan aku masih tersenyum mematung. Aku sadar dan menampar wajahku, "Ayana, sadar kamu pelayan dan dia tuanmu."


(Bersambung)

Posting Komentar untuk "Aku Pelayan dan Dia Tuanku"